Selamat datang di Blog Blue Choir !

Blue Choir adalah suatu Wadah penyaluran minat dan bakat mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado di bidang Seni, dalam hal ini Paduan Suara.

Seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya apresiasi mahasiswa dan dosen, serta didukung oleh seluruh civitas akademika fakultas teknik, Blue Choir telah mengikuti berbagai kompetisi baik nasional dan internasional.
Blog ini dibuat dengan tujuan supaya qta dapat berbagi pengetahuan agar supaya kedepannya bisa lebih baik lagi dalam berkarya.
Silahkan Kunjungi Website Blue Choir

Apabila ada komplain atas dimuatnya artikel yang ada di blog ini, berupa protes atas hak cipta, ketidaksenangan ketidakakuratan dan ketidak - ketidak lainnya, mohon maap !!!, karena tujuan dimuatnya artikel ini sekedar sharing, yah... sapa tau berguna to?, bagi para pencinta koor se indonesia dan mungkin kedepannya juga dapat mencontoh mereka - mereka ini sehingga kedepannya qta bisa sharing pengetahuan ... tetapi kalo ada yang memberi pujian .... ufh... tengkyu .. tengkyu, waktu tidur yang habis akibat browsing bisa terobati So... silahkan masukkan komentarnya ya?

Musik dan Pujian dalam Program Gereja

Diambil dari PEPAK (Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen)
Artikel ini membahas khusus Kehidupan rohani anak dalam hal memuji Tuhan melalui musik dan nyanyian.

Kehidupan rohani anak dalam hal memuji Tuhan melalui musik dan nyanyian tidak dapat diusahakan sambil lalu saja. Musik dan pujian tersebut seharusnya diintegrasikan dengan setiap kegiatan-kegiatan rohani anak.

Sekolah Minggu

Tujuan utama SM adalah mengajarkan Firman Tuhan dan membantu setiap anak untuk mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan untuk menjalin hubungan yang bertumbuh dengan-Nya. Suatu program musik yang terencana, di bawah kepemimpinan yang antusias dan kompeten dapat memberikan sumbangan yang besar dalam mencapai tujuan tersebut. Setiap divisi dalam SM harus menyediakan waktu setiap minggunya untuk kegiatan musik atau mengintegrasikan musik ke dalam kegiatan-kegiatan sekolah lainnya. Oleh karena itu, seseorang harus bertanggung jawab untuk merencanakannya, dan yang lain bertugas memimpin dan mendampingi kegiatan tersebut, khususnya ketika beberapa divisi berbeda dari SM itu mengadakan kegiatan yang sama pada waktu yang sama pula. Petugas rutin di tiap divisi, anggota paduan suara remaja atau pemuda, atau sukarelawan lain yang bertalenta bisa menolong untuk mengisi posisi ini.

Gereja yang lebih kecil mungkin kesulitan dalam mengurus program musik dan pujian rohani ini secara konsisten di semua divisi. Meskipun demikian, gereja yang lebih kecil ini dapat mengatasi masalah ini dengan menggabungkan dua divisi atau lebih dengan waktu yang singkat setiap minggunya atau dengan membuat jadwal kegiatan musik yang berbeda di setiap devisi. Dengan demikian, beberapa divisi dapat dilayani oleh pemimpin musik yang sama. Jika perlu, kegiatan dapat juga dilakukan dua minggu sekali atau sebulan sekali, pada hari itu berikan perpanjangan waktu untuk musik dan memuji Tuhan.

Gereja Anak-anak

Tujuan gereja anak-anak adalah melatih anak-anak untuk menyembah, menyediakan kesempatan untuk melakukan penyembahan pada tingkat anak-anak, dan untuk menyiapkan anak-anak mengikuti pelayanan di gereja di waktu yang akan datang.

Bentuk lain dari gereja anak adalah kesempatan untuk berpartisipasi dalam peran kepemimpinan, misalnya membaca Alkitab, memimpin berdoa, dan menerima tamu. Mereka juga perlu diajari untuk memimpin pujian, mengadakan sajian musik spesial, atau mungkin menyanyi dalam paduan suara atau ensembel kecil. Anak-anak yang belajar alat musik harus diberi kesempatan untuk mempraktikkannya di gereja anak, mungkin untuk pembukaan.

Paduan Suara Anak-anak

Kegiatan paduan suara di beberapa gereja perlu disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan anak-anak. Beberapa gereja yang lebih besar dapat berhasil mempertahankan paduan suara untuk berbagai usia, termasuk anak-anak. Bagi gereja-gereja lainnya, ukuran tidak adanya pemimpin, atau kegiatan lain yang terlalu banyak merupakan alasan tidak dapat dijalankannya kegiatan paduan suara ini. Mungkin, rencana yang paling umum digunakan terdiri dari dua atau tiga paduan suara (ditambah paduan suara remaja dan sekolah menengah).

Latihan paduan suara harus direncanakan dan perlu dikoordinasikan dengan kegiatan gereja untuk menghindari konflik yang melibatkan kegiatan lain atau masalah transportasi. Jika beberapa kegiatan anak terjadwal, bila memungkinkan, anak-anak bisa kumpul pada hari atau sore yang sama. Beberapa gereja berpendapat bahwa latihan paduan suara anak dan yunior yang paling tepat dilakukan pada hari ketika anak-anak tidak sibuk dengan kegiatan sekolah. Di beberapa gereja, paduan suara yunior dilakukan pada jam gereja anak atau pada Minggu sore sebelum kebaktian di gereja.

Di bawah pemimpin yang tepat, paduan suara anak-anak dapat menjadi kelompok nyanyian yang efektif yang dapat ditampilkan dalam kebaktian di gereja dan dalam program musikal khusus. Kontribusi penting lainnya adalah efeknya dalam kehidupan mereka yang berpartisipasi di dalamnya. Berikut ini adalah fungsi dasar pelayanan paduan suara anak-anak dengan nilai-nilai tertentu bagi anak-anak itu sendiri.

  1. Untuk menginjili
    Paduan suara menarik anak-anak yang belum mengenal Kristus yang tertarik pada musik. Partisipasi ini tidak hanya dapat menjangkau anak-anak, namun juga seluruh keluarga yang belum mengenal Kristus.

  2. Untuk mengajarkan penyembahan
    Karena keterlibatan mereka dalam pelayanan di gereja, anak-anak perlu belajar memimpin diri mereka sendiri dalam penyembahan, ambil bagian dalam pujian, doa, duduk dan berdiri dengan sopan. Selain itu, mereka juga dapat menyadari nilai pengalaman penyembahan yang sesungguhnya.

  3. Untuk membangun rohani yang bertumbuh
    Suatu daftar lagu paduan suara yang dipilih dengan cermat meliputi hymne dan lagu-lagu gereja yang didasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Pengulangan yang terus-menerus dalam latihan dan semangat pemimpin untuk menginterpretasikan arti dari teks lagu membuka pemahaman dan pengetahuan baru dimana anak-anak bisa bertumbuh.

  4. Memberikan kesempatan untuk pelayanan Kristen
    Melalui partisipasi dalam pelayanan di gereja, anak-anak belajar untuk menemukan cara Tuhan menggunakan orang-orang untuk mengabarkan Firman-Nya kepada orang lain. Mereka segera akan menyadari bahwa mereka adalah pelayan penginjilan ketika mereka bernyanyi. Seringkali ini membantu mereka membangun suatu sikap positif terhadap pelayanan Kristen.

MUSIK DAN PUJIAN DALAM KEGIATAN LAINNYA

Kesempatan yang tidak terbatas tersedia untuk menggunakan minat anak-anak pada musik dan kemampuan di luar pelayanan rutin dan kegiatan divisi. Pemimpin harus mencari cara untuk menemukan minat dan kemudian menyediakan cara dimana anak-anak dapat dirangsang dan didorong. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan program talenta serta konser musik dan pujian dimana anak-anak didorong untuk tampil atau dengan menghadiahkan beasiswa atau dukungan keuangan untuk kamp musik atau sekolah. Menghadiri konser pujian anak-anak lokal atau suatu program paduan suara dengan mengunjungi beberapa kelompok paduan suara anak-anak mungkin bisa membantu. Kegiatan ini bisa menumbuhkan minat yang baru dalam kegiatan musikal dan merangsang minat untuk mengembangkan talenta yang Tuhan berikan.

MEMILIH MUSIK UNTUK ANAK-ANAK

Pujian bagi anak-anak tidak harus selalu tepat secara teologis. Salah satu buku lagu anak-anak yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat adalah "Divine and Moral Songs", yang diterbitkan oleh Isaac Watts pada tahun 1720. Meskipun dalam buku ini terdapat beberapa hymne yang bagus, dalam buku ini juga terdapat beberapa lagu yang mengajarkan moral, yang berhubungan dengan perbuatan- perbuatan yang tidak terpuji yang harus dihindari oleh seorang anak jika ia ingin menyenangkan Tuhan. Penulis berikutnya pada abad 18 dan 19 tidak melakukan peningkatan yang besar pada kualitas isinya. Beberapa penulis cenderung "merendahkan" anak-anak dengan menganggap mereka sebagai "domba kecil". Sedangkan yang lainnya "mempermanis" pesan penginjilan sehingga pesan tersebut menjadi tidak jelas. Sayangnya, masalah tersebut masih tetap ada sampai sekarang.

Dalam mengevaluasi kata-kata dalam sebuah lagu untuk anak-anak, pertanyaan-pertanyan berikut ini bisa digunakan:

  1. Apakah kata-katanya sesuai dengan Alkitab?
  2. Apakah kata-katanya menekankan kebenaran yang penting?
  3. Apakah kata-katanya menarik dan jelas?
  4. Apakah kata-kata tersebut sesuai dengan tingkat usia mereka?
  5. Apakah kata-kata tersebut mendorong semangat untuk hormat?

Kriteria untuk mengevaluasi musik mungkin termasuk berikut ini:

  1. Semakin muda usia anak, semakin pendek kalimat-kalimatnya.
  2. Pola nadanya harus disusun dari kira-kira D sampai C di atas C sedang, dengan sebagian besar nada D sampai A.
  3. Liriknya harus sederhana, dapat diduga, dan konsisten dengan gaya katanya.
  4. Melodi dan harmoninya harus memiliki ciri yang berbeda sehingga lagu tersebut mudah untuk dipelajari dan diingat.
  5. Semua tersebut diatas harus memberikan interpretasi yang terbaik dari teks tersebut.
(t/Ra) Sumber:
Childhood Education in the Church, Robert E. Clark, Joanne Brubaker, & Roy B. Zuck, , Artikel Music in the Church Program, halaman 442 - 445, Moody Press, Chicago, 1986.

Properti Microphone Part 4 (Diaphragm Microphone)

Diambil dari MusikTek.Com
Artikel Properti Microphone part 4 yang membahas ukuran 'Diaphragm Microphone'
on Wednesday 14 November 2007
by YP Hadi Sumoro K author list

Seringkali pertanyaan mengenai besar / kecil nya diaphragm microphone terlontar. Kali ini, saya ingin meluangkan waktu untuk membahas properti ini. Beberapa contoh aplikasi akan saya bahas dalam artikel ini. Happy reading!

Seringkali pertanyaan mengenai besar/kecilnya diaphragm microphone terlontar. Kali ini, saya ingin meluangkan waktu untuk membahas properti ini. Beberapa contoh aplikasi akan saya bahas dalam artikel ini. Happy reading!

Pertama-tama .. pembahasan di artikel ini adalah generalisasi dari microphone secara umumnya. Untuk lebih tepatnya spesifikasi setiap microphone sangat saya sarankan untuk konsultasi terhadap pabriknya secara langsung atau melihat manual nya. Mari kita mulai dengan table generalisasi microphone secara umumnya berdasarnya besar/kecilnya diaphragm. (Arah panah menunjukkan kuantitas yang makin besar).


Secara
umum, mic dengan besar diaphragm sama atau lebih besar dari 1inch tergolong kategori besar, dan 1/2inch kebawah tergolong kecil.

Berdasarkan
generalisasi dari tabel diatas, makin besarnya diaphragm, sensitifitas bertambah. Pengukuran Noise Criteria sebuah ruangan dibawah NC-20 rata-rata menggunakan microphone dengan diaphragm besar karena kecilnya noise floor dan besarnya sensitifitas. Sensitifitas mic secara umum menunjukkan besarnya voltase yang dihasilkan dari tekanan yang terima. Hal ini juga menunjukkan secara umum bahwa mic dengan diaphragm kecil rata2 mempunyai daya tahan yang kuat terhadap SPL (sound pressure level) yang tinggi sebelum overload.

Tendensi
pattern mic juga salah satu hal penting yang harus kita perhatikan. Menggunakan mic dengan diaphragm kecil yang memiliki sifat cardioid tidak akan berfungsi semaksimal cardioid mic yang mempunyai diaphragm lebih besar. Hal ini dikarenakan sifat difraksi suara dari yang datang dari belakang mic tersebut. Difraksi akan terjadi jika besar gelombang suara lebih besar daripada mic tersebut. Makin kecil kapsul sebuah mic (karena diaphragm nya juga kecil), suara yang mengalami difraksi akan lebih banyak sehingga keefektifitasan pattern cardioid mic tersebut berkurang. Perhatikan bahwa frekuensi rendah dibawah 250Hz yang mempunyai panjang gelombang lebih dari 1m akan membuat hampir semua mic bersifat omni.

Sering
kita dengar bahwa mic dengan diaphragm lebih kecil mempunyai kualitas suara yang lebih bright. Well…, ya dan tidak! Cut off frequency atau batas atas keefektifan diaphragm tersebut dalam me-respons suatu frekuensi suatu mic (dengan sifat “alami” dari diaphragm nya tanpa bantuan damping) tidak menunjukkan 100% bahwa mic kecil dengan cutoff freq yang tinggi berarti selalu bright (fenomena ini tidak akan banyak saya bahas kali ini). Namun satu hal penting yang perlu kita garis bawahi (melanjutkan point dari paragraph sebelum ini), bahwa besarnya gelombang suara yang makin mendekati besar dari diaphragm suatu mic, mic tersebut akan menjadi makin directional. Selain itu, diaphragm mic juga memantulkan suara!

Gelombang suara yang lebih kecil daripada diaphragm mic tersebut akan terpantul balik dan akan dapat menghasilkan 6dB tekanan yang berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan microphone mempunyai kualitas yang bright sebelum adanya penambahan damping. Dalam pembuatan suatu microphone, damping dapat diberikan sebagai penambahan massa pada diaphragm suatu mic atau peningkatan angka stiffness/kekakuan udara dibelakang diaphragm suatu mic. Frequency response mic yang sering kita lihat adalah suatu perpaduan desain dari banyak faktor. Transducers (mic atau loudspeaker) adalah sebuah piranti yang mengubah energi suara menjadi energi mekanik dan menjadi energi listrik (sebaliknya untuk loudspeaker). Tingkat kompleksitas suatu mic (atau loudspeaker) adalah sangat tinggi. Memahami faktor2 yang berhubungan dengan besar/kecil nya diaphragm (tabel diatas) akan membantu kita untuk lebih memahami bagaimana microphone “mendengar” suara.

Noise
Floor adalah salah satu angka penting untuk kita memilih suatu jenis microphone. Suatu musik dengan dynamic range yang lebih tinggi dari 60dB tidak maksimal jika kita rekam dengan menggunakan small diaphragm mic untuk distance mic’ing. Juga perlu kita perhatikan bahwa menggunakan diaphragm yang besar juga akan menurunkan sensitifitas mic terhadap frekuensi2 yang sangat tinggi (hal ini sangat bergantung pada spesifikasinya, sekali lagi ingat bahwa artikel ini hanyalah generalisasi dari microphone2 yang tersedia). Kompromi terhadap spesifikasi mic memang sering menjadi bahan pertimbangan kita, tapi spesifikasi mic TIDAK menunjukkan bagaimana microphone “mendengar”.

Saya harap artikel-artikel microphone part 1 s/d 4 dapat memberi banyak masukan untuk mengenal microphone lebih lanjut.

Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan/kesalahan.

YP Hadi Sumoro K

Properti Microphone Part 3 (Prediksi Proximity Effect)

Diambil dari MusikTek.Com
Artikel Properti Microphone part 3 yang membahas Prediksi Proximity Effect
on Wednesday 14 November 2007
by YP Hadi Sumoro K author list

Melanjutkan part 2 mengenai Proximity effect (PE) atau naiknya “isi” low frequency di rekaman kita, artikel ini membahas lebih lanjut tentang PE.

Melanjutkan part 2 mengenai Proximity effect (PE) atau naiknya “isi” low frequency di rekaman kita, beberapa faktor dapat kita simpulkan sebelum lanjut ke pembahasan lebih lanjut mengenai PE :
1. Makin dekatnya jarak mic ke sumber suara, makin besarnya magnitude dari PE.
2. Magnitude PE meningkat pada frekuensi-frekuensi rendah.
3. Frekuensi dimana PE mulai terjadi, juga meningkat (makin tinggi) dengan berkurangnya jarak antara mic ke sumber suara.
4. PE pada fig-8 mic lebih tinggi daripada mic2 directional lainnya. Sekitar 6dB lebih tinggi daripada cardioid mic.
5. PE meningkat 6dB/octave seiring penurunan frekuensi pada fig-8 dan cardioid mic.
6. Magnitude PE juga bergantung pada sudut dari mic ke sumber suara. On Axis akan menghasilkan PE yang paling tinggi dari sudut2 lainnya.

PE dapat sekilas kita prediksi dengan rumus sebagai berikut:


Dimana c adalah kecepatan suara dan r adalah jarak dari mic ke sumber suara.

Misalkan kita menaruh mic pada jarak 1m, 50cm dan 10cm. Maka frekuensi dimana PE mulai terjadi dapat kita hitung:
1m -> dibawah 54.7Hz
50cm -> dibawah 109.4Hz
10cm -> dibawah 547Hz

Sekali lagi, perhatikan bahwa makin dekat mic ke sumber suara, frekuensi dimana PE mulai terjadi juga makin tinggi dan kolorasi makin kuat. Hal ini tentu saja menguntungkan dan merugikan. Aplikasi PE tidak saya bahas artikel ini.

Sekarang kita sudah mengerti frekuensi berapa PE mulai meningkat. Mari kita bahas berapa dB SPL penambahan PE pada frekuensi tertentu.

Penambahan SPL pada pressure gradient mic dibagi menjadi 2 rumus dimana rumus pertama diperuntukkan pure pressure gradient (fig-8) mic dan rumus kedua diperuntukkan partial pressure gradient mic seperti cardioid mic.Untuk Pure pressure gradient, penambahan dB SPL dapat diprediksi dengan :

Untuk Partial pressure gradient, penambahan dB SPL dapat diprediksi dengan :

Dimana f adalah frekuensi yang kita prediksi dan c adalah kecepatan rambat suara di udara.

Untuk 50Hz dengan jarak mic ke sumber suara yang hanya 10cm, PE untuk fig-8 adalah 20.8dB dan PE untuk cardioid mic adalah 14.9dB.

Cara lain untuk memprediksi kenaikan dB SPL dapat juga kita gunakan hukum +6dB/octave dimana frekuensi makin rendah (khusus untuk Pure pressure gradient). Kita tahu pada jarak 10cm, kolorasi akan mulai ada dari 547Hz. Kita bulatkan 547 menjadi 500 untuk mempermudah prediksi. SPL meningkat 6dB pada 1 octave lebih bawah (250Hz). Satu oktaf kebawah lagi (125Hz) akan ada penambahan 12dB. Satu oktaf kebawah lagi (63Hz), akan ada penambahan 18dB. Angka 63Hz sudah mendekati angka 50Hz dan menurut hasil perhitungan rumus diatas, ada penambahan 20.8dB. Dekat bukan prediksinya?

Sekilas kita dapat simpulkan urutan microphone yang mempunyai PE tertinggi sampai dengan terendah sebagai berikut:
1. Fig-8 mic
2. Hypercardioid
3. Supercardioid
4. Cardioid
5. Subcardioid
6. Omni (tidak ada PE)

Sekarang kita mengerti mengapa microphone yang sangat akurat yang sering di gunakan untuk acoustical measurement adalah omni mic
. Menggunakan omni mic adalah salah satu cara untuk mendapatkan respons frekuensi seakurat/flat mungkin tanpa ada kolorasi PE.

Mohon maaf jika ada kesalahan hitungan atau kata2 yang kurang berkenan. Nantikan part 4 yang membahas mengenai besar kecil nya diaphragm microphone.

YP Hadi SK

Properti Microphone Part 2 (Proximity Effect)

Diambil dari MusikTek.Com
Artikel Properti Microphone part 2 yang membahas 'Proximity Effect'
on Wednesday 14 November 2007
by YP Hadi Sumoro K author list

Artikel ini ditujukan untuk membahas mengapa mendekatkan microphone yang directional ke sumber suara akan menambah “isi” low frequency pada rekaman atau yang lebih dikenal sebagai Proximity Effect. Pembahasan ini akan saya usahakan semudah dan selengkap mungkin. Happy reading!

Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah : Mengapa mendekatkan microphone yang directional ke sumber suara akan menambah “isi” low frequency pada rekaman? Artikel ini ditujukan untuk membahas fenomena ini yang lebih dikenal sebagai proximity effect. Pembahasan ini akan saya usahakan semudah dan selengkap mungkin. Happy reading!

Dari cara kerjanya, microphone dibagi menjadi 2. Pressure microphone adalah microphone yang mendeteksi perubahan tekanan udara. Adanya tekanan udara ini akan menggerakkan diaphragm nya dan mengubahnya menjadi arus listrik. Pressure mic mempunyai karakteristik pattern omni. Omni microphone mempunyai minimal/tidak ada proximity effect. Mendekatkan omni microphone ke sumber suara tidak meningkatkan jumlah/”isi” low frequency dalam rekaman kita.
Directional mic (cardioid, subcardioid, hyper/super-cardioid) adalah “gabungan” dari karakteristik omni dan fig-8. Cara kerja ke-2 dari microphone adalah pressure gradient (fig-8 mic, seperti ribbon mic pada umumnya). Cara kerjanya unik! Diaphragm nya mempunyai ketebalan tertentu yang mengukur perbedaan tekanan di depan dan di belakang mic (pressure gradient -> gradien tekanan) dan hal ini membuat mic nya bersifat fig-8 karena suara yang datang dari arah samping (90derajat kiri kanan) tidak akan “melihat”/melewati ketebalan diaphragm ini. Karena suara yang datang dari samping tidak dapat di ukur gradient nya oleh ketebalan diaphragm nya, hal ini membuat pattern mic ini menjadi figure-8/fig-8.

Perhatikan gambar dibawah ini:



Gambar ditengah menunjukkan ketebalan diaphragm sebuah microphone fig-8. Gambar diatasnya adalah frekuensi tinggi dan gambar dibawah adalah bagian dari frekuensi rendah. Sekali lagi, diaphragm sebuah fig-8 mic akan bereaksi karena adanya perbedaan tekanan di depan dan di belakangnya. Lain
halnya dengan omni mic dimana tekanan dibelakang diaphragm selalu sama karena tertutup rapat.

Gambar diatas juga menunjukkan bahwa frekuensi rendah tidak mempunyai banyak perbedaan tekanan antara depan dan belakang, namun frekuensi tinggi mempunyai banyak perbedaan tekanan pada diaphragm sebuah mic fig-8. Sekilas, kita dapat mengetahui bahwa fig-8 mic sebenarnya mempunyai karakterisktik yang bright karena lebih banyaknya pressure gradient akan menghasilkan lebih banyak sinyal. Analoginya seperti grafik dibawah ini:



Untuk menjadikan sebuah fig-8 mic menjadi “flat” dalam hal response nya terhadap frekuensi, damping dibutuhkan. Seperti halnya penambahan massa diaphragm. Penambahan damping atau membuat massa diaphragm makin berat akan membuat diaphragm lebih susah bergerak terhadap frekuensi tinggi. Grafik dibawah menunjukkan karakteristik penambahan damping (garis hijau).


Garis Biru putus2 adalah “jumlah” atau hasil dari karakteristik fig-8 yang diberi damping, menjadi suatu mic dengan frequency yang flat (secara teori, dan mengkesampingkan banyak faktor yang lain).

Sekarang, mari kita bahas tentang proximity effect pada fig-8 mic.




Mari kita anggap bahwa fig-8 microphone mempunyai response seperti tergambar diatas, dimana garis putus adalah flat output yang dihasilkan, dan garis solid merupakan response pressure gradient dari mic tersebut. Garis solid mendatar dan sejajar dengan outputnya karena mic ini sudah di beri damping yang cukup sehingga pressure gradient tidak membuat mic menjadi bright.
Sebelum membahas jauh, mari kita bahas hal ke-2 yang berpengaruh besar disini. Inverse square loss.

Kita tahu bahwa sebuah sumber suara point source (se olah-olah membesar seperti bola) akan menghasilkan penurunan 6dB tiap kali kita menjauhi jaraknya 2 kali lipat. Misal kan kita mendengarkan radio pada jarak 5m yang diukur dengan SPL meter menunjukkan 70dB, jika kita mundur sejauh 10m dari radio itu, akan terjadi penurunan 6dB pada direct sound nya. Jika kita mundur lagi sejauh 20m dari sumber suara (2 kali 10m), sumber suara hanya tersisa 58dB.

Pernyataan ini juga dapat kita balik. Jika kita memotong jarak kita mendengar 2 kali lebih dekat, akan terjadi kenaikkan 6dB pada direct sound nya. Perlu diketahui bahwa inverse square loss adalah KONSTAN disemua frekuensi.

Kita tahu bahwa suara mempunyai sifat difraksi. Suara yang datang dari depan mic fig-8 itu akan mengalami difraksi dan yang nantinya tertangkap oleh diaphragm bagian belakangnya. Jarak yang dibutuhkan untuk suara “memutar” dari depan ke belakang ini disebut path length difference (pld). PLD pada mic fig-8 rata2 adalah sekitar 9mm. Mari kita ambil contoh 1cm untuk mempermudah pembahasan.

Misalnya bagian depan mic tersebut menerima 1 Pascal (atau 94dB) dan frekuensi menengah kebawah dapat mempunyai efek difraksi sehingga mencapai bagian belakang diaphragm. Tentu saja jarak 1cm lebih jauh ini akan membuat perbedaan tekanan bukan (walau sangat kecil dibawah 0.01Pa)? Sekarang mari kita ambil jarak 1cm ini sebagai rasio yang relatif terhadap jarak mic ke sumber suara.

1cm tidak akan berarti banyak jika jarak mic ke sumber suara lebih dari 2m. Ambil contoh 2m. Suara merambat 200cm ke depan mic dan 201cm ke belakang mic. Bagaimana dengan 3m? Suara merambat 300cm kedepan mic, dan 301cm ke belakang mic. Rasio jarak PLD dan jarak ke sumber suara akan mendekati nol (tidak berarti/berpengaruh) jika jarak sumber suara makin jauh.

Kalau makin dekat? Ini dia yang unik … Lihat table dibawah:


Perhitungan rasio juga dapat anda hitung dengan perbandingan jarak antara suara mencapai belakang mic dibagi jarak suara mencapai depan mic. Desimal yang sama akan anda dapatkan.


Sekarang, kita kembali ke inverse square law. Jarak yang kecil ini (1cm) sangat berarti jika jarak sumber suara makin dekat karena memberi perbedaan tekanan yang lebih signifikan! Dari 1m ke 50cm, akan terjadi penambahan 6dB terhadap tekanan suara. Dari 50cm ke 25cm, terjadi 6dB lebih tinggi lagi. Perbedaan tekanan juga makin mencolok karena inverse square law ini. Makin tingginya perbedaan tekanan (pressure gradient), voltase yang dihasilkan pada frekuensi tertentu juga akan bertambah. Perhatikan bahwa tekanan dan perbedaan tekanan adalah 2 hal beda!

Untuk menyimpulkan secara singkat, Inverse Square law :
1. Makin dekat, tekanan makin besar … 6dB lebih besar tiap kali maju ½ dari jarak semula.
2. Makin dekat, perbedaan tekanan juga makin besar pada microphone (antara depan dan belakang).

Jadi, Inverse square law antara frekuensi dan perbedaan tekanan dapat di gambarkan :



Panah keatas menunjukkan makin tingginya perbedaan tekanan jika jarak makin dekat.

Interupsi: “Mengapa inverse square law tidak flat di grafik tersebut? Bukankah inverse square law itu mempengaruhi semua frequency?”

Pertanyaan yang sangat detail!! Adalah karena damping/tambahan berat massa pada diaphragm mic tersebut. Ingat sebelum ini kita menambahkan damping bukan? Damping ini membuat pressure gradient response mic fig-8 menjadi “flat” (bukan nya makin bright), dan membuat grafik inverse square law tidak flat seperti tergambar diatas.

Sekarang .. mari kita gabung ke-2 grafik tersebut … Inverse square law vs pressure gradient DAN
response pressure gradient dari mic fig-8.



Ingat, grafik di kiri adalah response pressure gradient microphone yang sudah di beri damping dan grafik di kanan adalah makin dekatnya sumber suara ke microphone yang mempengaruhi perbedaan tekanan antara depan dan belakang diaphragm mic karena inverse square law.

Hasil dari grafik diatas adalah sebagai berikut (Hitam: pressure gradient response/response asli dari mic tersebut, Merah: Pengaruh inverse square law, Biru: total output) :
1. Dari jarak yang jauh, inverse square law tidak banyak berpengaruh. Response fig-8 mic adalah murni dimana garis biru sama dengar garis hitam.



2.
Dengan mendekatkan mic fig-8 ke sumber suara, garis merah akan naik seperti yang telah dijelaskan diatas. Perhatikan garis biru … dapatkah anda simpulkan sendiri?



3.
Dari jarak yang sangat dekat, lagi2 garis merah akan makin naik di grafik seperti grafik dibawah. Perhatikan perpotongannya. Apakah yang dapat anda simpulkan?



Ambil beberapa saat untuk melihat ketiga grafik tersebut dan memikirkan apa yang terjadi sebelum lanjut ke halaman berikutnya.


Itulah Proximity effect !! Itulah kenapa mendekatkan fig-8 mic atau mic directional lainnya akan menambah “isi”/kuantitas dari low frequency direkaman kita. Perhatikan sekali lagi beda ke-3 grafik tersebut. Ada satu point lagi yang kita akan bahas disini …


Perhatikan grafik ke-2 dan grafik ke-3. Apakah anda perhatikan bahwa proximity effect tidak mempunyai satu frekuensi tertentu dimana frekuensi mulai naik? Semakin dekat, tidak hanya low frequency yang bertambah, namun titik dimana frekuensi mulai naik juga makin tinggi!

Nantikan part ke-3 untuk membahas perhitungan proximity effect.

Mohon maaf jika ada kata2 yang kurang berkenan dan harap maklum jika ada kesalahan.

YP Hadi SK

Properti Microphone Part 1 (Distance Factor)

Diambil dari MusikTek.Com
Artikel Properti Microphone part 1 yang membahas 'Distance Factor'
on Saturday 20 October 2007
by YP Hadi Sumoro K author list

Artikel ini akan mengungkap sebuah properti microphone yang jarang disinggung dan juga membahas bagaimana meletakkan cardioids mic sehingga mempunyai kuantitas rasio reverb dan direct sound yang sama relatif dengan omni mic. Happy reading!


Distance Factor adalah suatu parameter yang jarang disinggung. Saya pribadi juga tidak hafal atas angka2 tersebut, namun mengetahui apakah distance factor, kita dapat terbantu banyak. Misalnya kita akan merekam orchestra dengan 2 mic omni di dalam hall yang scr akustik sangat baik, dengan tujuan mendapatkan “suara” ruangan tersebut. Namun pada hari itu, salah satu mic omni kita rusak dan yang tersisa hanyalah 2 mic cardioid! Dengan menggunakan distance factor, kita dapat menempatkan mic carioid pada posisi tertentu untuk mendapatkan hasil seperti halnya kita menggunakan mic yang omni.

Selain itu, distance factor juga dapat digunakan untuk “meramal” pada jarak berapa feedback dapat di’tekan’. Jika reverberant field noise yang terjadi dalam suatu ruangan sangatlah kencang dimana dominasi direct sound tidak mencangkup jarak yang cukup jauh, distance factor juga dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk memilih jenis pattern yang akan kita gunakan. Hal ini juga di pengaruhi oleh parameter DI. Mungkin kita berpikir bahwa cardioid mic akan lebih maksimal dalam kondisi ini dibandingkan fig-8 … ternyata tidak juga karena angka DI menunjukkan angka yang sama (kemungkinan feedback dilihat dari segi kuantitas adalah sama).

Artikel ini tidak akan menyinggung banyak mengenai DI. Secara singkat, makin tingginya angka DI menunjukkan makin terpusatnya arah suara yang ditangkap oleh sebuah microphone. Dengan penempatan mic yang benar, super/hyper-cardioid dapat berfungsi lebih maksimal dibandingkan cardioid mic. Mari sekarang kita kembali membahas distance factor. Apa sih distance factor itu?

D
istance factor adalah ukuran “jangkauan” mic dalam sebuah kondisi yang reverberant, relatif terhadap omni. Betul …, angka2 tersebut adalah rasio yang relatif terhadap omni mic yang mempunyai nilai satu.

Mari kita ambil contoh sepasang omni mic dan sepasang hypercardioid mic. Omni mempunyai jarak distance factor (dsf) = 1 dan hypercardioid mempunyai dsf = 2. Jika anda pernah masuk ke gereja Katolik kuno yang besar dimana reverb lebih dari 3s, ingin rasanya kita menempatkan mic sedekat mungkin dengan sumber suara. Namun bagaimana jika tugas kita adalah menangkap paduan suara yang beranggota banyak pada gereja itu dengan 2 mic omni atau 2 mic hypercardioid?
Misalkan kita sudah menempatkan 2 mic omni sekitar 7m dari “titik tengah” paduan suara itu dan kita akan menambahkan hypercardioid. Pertanyaannya, apakah yang terjadi jika kita taruh 2 mic hypercardioid itu di dekat omni mic? Tentu saja omni mic akan menangkap lebih banyak reverb/pantulan/gema dari gereja tsb bukan?

Untuk mendapatkan karakteristik yang sama tanpa mengubah posisi 2 mic omni tersebut, dsf menunjukkan bahwa hypercardioid dapat di letakkan 2 kali (karena dsf=2) lebih jauh daripada mic omni tersebut untuk mendapatkan kombinasi direct sound dan reverberant sound yang sama kuantitasnya. Dengan demikian, meletakkan hypercardioid sejauh 14m dari “titik tengah” paduan suara tersebut akan mengakibatkan banyaknya reverb yang sama yang di terima oleh omni mic di depannya. Tentu saja hal ini dapat menjadi rancu karena penempatan sejauh 14m dapat mengakibatkan tingginya noise. Distance factor adalah suatu parameter kuantitas (reverb dan direct sound), bukan kualitas, penggunaannya sangat disarankan untuk melihat situasi.

Contoh lain adalah menggunakan 2 mic untuk “room sound” sebuah rekaman drum di studio yang mempunyai reverb sekitar 0.6s. Tersedia 2 pasang microphone, yaitu fig-8 dan supercardioid. Misalnya kita sudah menempatkan sepasang mic fig-8 sejauh 3m dari drum tersebut dimana kita mendapatkan “room sound” dengan baik, namun client meminta menggantinya dengan merk tertentu yang mempunyai karakteristik supercardioid. Seperti contoh sebelumnya, kita dapat memprediksi sejauh apa kita harus menempatkan mic supercardioid tersebut. Fig-8 mempunya dsf=1.7 dan supercardioid mempunyai dsf=1.9. Sekilas kita dapat mengerti bahwa untuk mendapatkan kuantitas reverb yang sama, kita harus memasang supercardioid tersebut agak lebih jauh. Hal ini dengan mudah kita hitung :

Dengan perhitungan diatas, menempatkan supercardioid mic tersebut 36cm dibelakang posisi awal dari mic fig-8 tersebut akan menghasilkan suatu rekaman dengan kuantitas reverb yang sama.

Mohon maaf jika ada perhitungan yang salah atau kata2 yang kurang berkenan. Nantikan part 2 dari properti microphone dimana pembahasan akan terfokus pada proximity effect/naiknya low frequency karena jarak yang semakin dekat.

YP Hadi SK