Selamat datang di Blog Blue Choir !

Blue Choir adalah suatu Wadah penyaluran minat dan bakat mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado di bidang Seni, dalam hal ini Paduan Suara.

Seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya apresiasi mahasiswa dan dosen, serta didukung oleh seluruh civitas akademika fakultas teknik, Blue Choir telah mengikuti berbagai kompetisi baik nasional dan internasional.
Blog ini dibuat dengan tujuan supaya qta dapat berbagi pengetahuan agar supaya kedepannya bisa lebih baik lagi dalam berkarya.
Silahkan Kunjungi Website Blue Choir

Apabila ada komplain atas dimuatnya artikel yang ada di blog ini, berupa protes atas hak cipta, ketidaksenangan ketidakakuratan dan ketidak - ketidak lainnya, mohon maap !!!, karena tujuan dimuatnya artikel ini sekedar sharing, yah... sapa tau berguna to?, bagi para pencinta koor se indonesia dan mungkin kedepannya juga dapat mencontoh mereka - mereka ini sehingga kedepannya qta bisa sharing pengetahuan ... tetapi kalo ada yang memberi pujian .... ufh... tengkyu .. tengkyu, waktu tidur yang habis akibat browsing bisa terobati So... silahkan masukkan komentarnya ya?

Properti Microphone Part 2 (Proximity Effect)

Diambil dari MusikTek.Com
Artikel Properti Microphone part 2 yang membahas 'Proximity Effect'
on Wednesday 14 November 2007
by YP Hadi Sumoro K author list

Artikel ini ditujukan untuk membahas mengapa mendekatkan microphone yang directional ke sumber suara akan menambah “isi” low frequency pada rekaman atau yang lebih dikenal sebagai Proximity Effect. Pembahasan ini akan saya usahakan semudah dan selengkap mungkin. Happy reading!

Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah : Mengapa mendekatkan microphone yang directional ke sumber suara akan menambah “isi” low frequency pada rekaman? Artikel ini ditujukan untuk membahas fenomena ini yang lebih dikenal sebagai proximity effect. Pembahasan ini akan saya usahakan semudah dan selengkap mungkin. Happy reading!

Dari cara kerjanya, microphone dibagi menjadi 2. Pressure microphone adalah microphone yang mendeteksi perubahan tekanan udara. Adanya tekanan udara ini akan menggerakkan diaphragm nya dan mengubahnya menjadi arus listrik. Pressure mic mempunyai karakteristik pattern omni. Omni microphone mempunyai minimal/tidak ada proximity effect. Mendekatkan omni microphone ke sumber suara tidak meningkatkan jumlah/”isi” low frequency dalam rekaman kita.
Directional mic (cardioid, subcardioid, hyper/super-cardioid) adalah “gabungan” dari karakteristik omni dan fig-8. Cara kerja ke-2 dari microphone adalah pressure gradient (fig-8 mic, seperti ribbon mic pada umumnya). Cara kerjanya unik! Diaphragm nya mempunyai ketebalan tertentu yang mengukur perbedaan tekanan di depan dan di belakang mic (pressure gradient -> gradien tekanan) dan hal ini membuat mic nya bersifat fig-8 karena suara yang datang dari arah samping (90derajat kiri kanan) tidak akan “melihat”/melewati ketebalan diaphragm ini. Karena suara yang datang dari samping tidak dapat di ukur gradient nya oleh ketebalan diaphragm nya, hal ini membuat pattern mic ini menjadi figure-8/fig-8.

Perhatikan gambar dibawah ini:



Gambar ditengah menunjukkan ketebalan diaphragm sebuah microphone fig-8. Gambar diatasnya adalah frekuensi tinggi dan gambar dibawah adalah bagian dari frekuensi rendah. Sekali lagi, diaphragm sebuah fig-8 mic akan bereaksi karena adanya perbedaan tekanan di depan dan di belakangnya. Lain
halnya dengan omni mic dimana tekanan dibelakang diaphragm selalu sama karena tertutup rapat.

Gambar diatas juga menunjukkan bahwa frekuensi rendah tidak mempunyai banyak perbedaan tekanan antara depan dan belakang, namun frekuensi tinggi mempunyai banyak perbedaan tekanan pada diaphragm sebuah mic fig-8. Sekilas, kita dapat mengetahui bahwa fig-8 mic sebenarnya mempunyai karakterisktik yang bright karena lebih banyaknya pressure gradient akan menghasilkan lebih banyak sinyal. Analoginya seperti grafik dibawah ini:



Untuk menjadikan sebuah fig-8 mic menjadi “flat” dalam hal response nya terhadap frekuensi, damping dibutuhkan. Seperti halnya penambahan massa diaphragm. Penambahan damping atau membuat massa diaphragm makin berat akan membuat diaphragm lebih susah bergerak terhadap frekuensi tinggi. Grafik dibawah menunjukkan karakteristik penambahan damping (garis hijau).


Garis Biru putus2 adalah “jumlah” atau hasil dari karakteristik fig-8 yang diberi damping, menjadi suatu mic dengan frequency yang flat (secara teori, dan mengkesampingkan banyak faktor yang lain).

Sekarang, mari kita bahas tentang proximity effect pada fig-8 mic.




Mari kita anggap bahwa fig-8 microphone mempunyai response seperti tergambar diatas, dimana garis putus adalah flat output yang dihasilkan, dan garis solid merupakan response pressure gradient dari mic tersebut. Garis solid mendatar dan sejajar dengan outputnya karena mic ini sudah di beri damping yang cukup sehingga pressure gradient tidak membuat mic menjadi bright.
Sebelum membahas jauh, mari kita bahas hal ke-2 yang berpengaruh besar disini. Inverse square loss.

Kita tahu bahwa sebuah sumber suara point source (se olah-olah membesar seperti bola) akan menghasilkan penurunan 6dB tiap kali kita menjauhi jaraknya 2 kali lipat. Misal kan kita mendengarkan radio pada jarak 5m yang diukur dengan SPL meter menunjukkan 70dB, jika kita mundur sejauh 10m dari radio itu, akan terjadi penurunan 6dB pada direct sound nya. Jika kita mundur lagi sejauh 20m dari sumber suara (2 kali 10m), sumber suara hanya tersisa 58dB.

Pernyataan ini juga dapat kita balik. Jika kita memotong jarak kita mendengar 2 kali lebih dekat, akan terjadi kenaikkan 6dB pada direct sound nya. Perlu diketahui bahwa inverse square loss adalah KONSTAN disemua frekuensi.

Kita tahu bahwa suara mempunyai sifat difraksi. Suara yang datang dari depan mic fig-8 itu akan mengalami difraksi dan yang nantinya tertangkap oleh diaphragm bagian belakangnya. Jarak yang dibutuhkan untuk suara “memutar” dari depan ke belakang ini disebut path length difference (pld). PLD pada mic fig-8 rata2 adalah sekitar 9mm. Mari kita ambil contoh 1cm untuk mempermudah pembahasan.

Misalnya bagian depan mic tersebut menerima 1 Pascal (atau 94dB) dan frekuensi menengah kebawah dapat mempunyai efek difraksi sehingga mencapai bagian belakang diaphragm. Tentu saja jarak 1cm lebih jauh ini akan membuat perbedaan tekanan bukan (walau sangat kecil dibawah 0.01Pa)? Sekarang mari kita ambil jarak 1cm ini sebagai rasio yang relatif terhadap jarak mic ke sumber suara.

1cm tidak akan berarti banyak jika jarak mic ke sumber suara lebih dari 2m. Ambil contoh 2m. Suara merambat 200cm ke depan mic dan 201cm ke belakang mic. Bagaimana dengan 3m? Suara merambat 300cm kedepan mic, dan 301cm ke belakang mic. Rasio jarak PLD dan jarak ke sumber suara akan mendekati nol (tidak berarti/berpengaruh) jika jarak sumber suara makin jauh.

Kalau makin dekat? Ini dia yang unik … Lihat table dibawah:


Perhitungan rasio juga dapat anda hitung dengan perbandingan jarak antara suara mencapai belakang mic dibagi jarak suara mencapai depan mic. Desimal yang sama akan anda dapatkan.


Sekarang, kita kembali ke inverse square law. Jarak yang kecil ini (1cm) sangat berarti jika jarak sumber suara makin dekat karena memberi perbedaan tekanan yang lebih signifikan! Dari 1m ke 50cm, akan terjadi penambahan 6dB terhadap tekanan suara. Dari 50cm ke 25cm, terjadi 6dB lebih tinggi lagi. Perbedaan tekanan juga makin mencolok karena inverse square law ini. Makin tingginya perbedaan tekanan (pressure gradient), voltase yang dihasilkan pada frekuensi tertentu juga akan bertambah. Perhatikan bahwa tekanan dan perbedaan tekanan adalah 2 hal beda!

Untuk menyimpulkan secara singkat, Inverse Square law :
1. Makin dekat, tekanan makin besar … 6dB lebih besar tiap kali maju ½ dari jarak semula.
2. Makin dekat, perbedaan tekanan juga makin besar pada microphone (antara depan dan belakang).

Jadi, Inverse square law antara frekuensi dan perbedaan tekanan dapat di gambarkan :



Panah keatas menunjukkan makin tingginya perbedaan tekanan jika jarak makin dekat.

Interupsi: “Mengapa inverse square law tidak flat di grafik tersebut? Bukankah inverse square law itu mempengaruhi semua frequency?”

Pertanyaan yang sangat detail!! Adalah karena damping/tambahan berat massa pada diaphragm mic tersebut. Ingat sebelum ini kita menambahkan damping bukan? Damping ini membuat pressure gradient response mic fig-8 menjadi “flat” (bukan nya makin bright), dan membuat grafik inverse square law tidak flat seperti tergambar diatas.

Sekarang .. mari kita gabung ke-2 grafik tersebut … Inverse square law vs pressure gradient DAN
response pressure gradient dari mic fig-8.



Ingat, grafik di kiri adalah response pressure gradient microphone yang sudah di beri damping dan grafik di kanan adalah makin dekatnya sumber suara ke microphone yang mempengaruhi perbedaan tekanan antara depan dan belakang diaphragm mic karena inverse square law.

Hasil dari grafik diatas adalah sebagai berikut (Hitam: pressure gradient response/response asli dari mic tersebut, Merah: Pengaruh inverse square law, Biru: total output) :
1. Dari jarak yang jauh, inverse square law tidak banyak berpengaruh. Response fig-8 mic adalah murni dimana garis biru sama dengar garis hitam.



2.
Dengan mendekatkan mic fig-8 ke sumber suara, garis merah akan naik seperti yang telah dijelaskan diatas. Perhatikan garis biru … dapatkah anda simpulkan sendiri?



3.
Dari jarak yang sangat dekat, lagi2 garis merah akan makin naik di grafik seperti grafik dibawah. Perhatikan perpotongannya. Apakah yang dapat anda simpulkan?



Ambil beberapa saat untuk melihat ketiga grafik tersebut dan memikirkan apa yang terjadi sebelum lanjut ke halaman berikutnya.


Itulah Proximity effect !! Itulah kenapa mendekatkan fig-8 mic atau mic directional lainnya akan menambah “isi”/kuantitas dari low frequency direkaman kita. Perhatikan sekali lagi beda ke-3 grafik tersebut. Ada satu point lagi yang kita akan bahas disini …


Perhatikan grafik ke-2 dan grafik ke-3. Apakah anda perhatikan bahwa proximity effect tidak mempunyai satu frekuensi tertentu dimana frekuensi mulai naik? Semakin dekat, tidak hanya low frequency yang bertambah, namun titik dimana frekuensi mulai naik juga makin tinggi!

Nantikan part ke-3 untuk membahas perhitungan proximity effect.

Mohon maaf jika ada kata2 yang kurang berkenan dan harap maklum jika ada kesalahan.

YP Hadi SK

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Keep posting stuff like this i really like it

syalom mengatakan...

thx ... bro/sis